TIMES SIMEULUE, MALANG – Pemimpin Hamas, Musa Abu Marzouk, mengatakan bahwa gerakannya telah menyetujui rencana yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza, dengan poin-poin utamanya yang prinsip, tetapi implementasinya masih akan membutuhkan negosiasi.
Seperti dilansir Al Jazeera, Abu Marzouk menjelaskan bahwa gerakannya telah menanggapi rencana tersebut secara positif, dengan alasan bahwa mereka akan memprioritaskan menyudahi perang dan pembantaian Israel.
Dalam sebuah pernyataan hari Jumat, Hamas mengatakan, mereka telah mengadakan "konsultasi ekstensif untuk mencapai posisi yang bertanggung jawab" terkait rencana Trump , karena keinginannya untuk menghentikan agresi Israel.
"Kami mengumumkan kesepakatan kami untuk membebaskan semua tahanan, baik yang hidup maupun yang mati, sesuai dengan usulan Trump, untuk mencapai gencatan senjata dan penarikan pasukan, sambil menyediakan persyaratan yang diperlukan untuk pertukaran," kata Abu Marzouk.
Gerakan tersebut juga menyatakan siap segera berunding dengan para mediator untuk membahas semua detailnya.
Abu Marzouk menegaskan , bahwa Hamas prihatin dengan sembilan poin pertama, yang berkaitan dengan gencatan senjata, penghentian pendudukan, penyediaan bantuan kepada rakyat Palestina, dan penyerahan kekuasaan sejak hari pertama setelah gencatan senjata.
Ia mencatat bahwa isu penyerahan administrasi Jalur Gaza kepada komite independen telah disepakati secara nasional di Kairo.
Ia menjelaskan bahwa poin-poin yang akan dinegosiasikan gerakan tersebut adalah "mengakhiri perang dan agresi, penarikan Israel, penyediaan bantuan, dan pengelolaan Jalur Gaza di masa mendatang."
Menurutnya beberapa poin tidak realistis, seperti penyerahan tahanan dan jenazah dalam waktu 72 jam, karena hal tersebut membutuhkan banyak detail dan dialog.
Mengenai poin-poin terkait masa depan Hamas, pelucutan senjata, dan masa depan para pemimpinnya, Abu Marzouk mengatakan, "Israel sendiri mengumumkan telah menghancurkan 90% kemampuan Hamas. Senjata apa lagi yang ingin dilucutinya?," ujarnya.
Presiden AS juga telah mengatakan, 25.000 pejuang Hamas telah tewas. Trump mencatat, bahwa "gerakan tersebut telah menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan senjatanya pada hari berdirinya negara Palestina yang berdaulat."
Abu Marzouk juga menjelaskan, bahwa senjata itu digunakan untuk melawan pendudukan. Jika pendudukan berakhir dan Palestina mampu memerintah diri sendiri, kata dia, maka siapa pun yang memerintah Jalur Gaza akan memiliki senjata di tangan mereka, dan senjata tidak lagi dibutuhkan.
Ia juga menekankan bahwa hak perlawanan rakyat Palestina dijamin oleh semua hukum dan piagam internasional.
Ia juga mengatakan bahwa isu pengiriman pasukan PBB ke Jalur Gaza membutuhkan negosiasi.
"Negara mana saja yang akan berpartisipasi dalam pasukan ini? Siapa yang akan memutuskan pasukan ini? Bukankah ada Dewan Keamanan, misalnya? Anggaran apa yang akan ditetapkan dan siapa yang akan bertanggung jawab atasnya? Apa saja kewenangan pasukan penjaga perdamaian? Bagaimana cakupan geografis operasi mereka?," ujar Abu Marzouk
Abu Marzouk mempertanyakan kehadiran pasukan penjaga perdamaian: apakah mereka berada di perbatasan antara Mesir dan Jalur Gaza, atau antara Mesir, Jalur Gaza, dan Israel?
Terkait klausul yang menyatakan Jalur Gaza bebas dari terorisme, pimpinan Hamas itu mengatakan pihaknya tidak sependapat dengan klausul tersebut karena Hamas bukanlah gerakan teroris sebagaimana digolongkan Amerika Serikat dan Israel.
Mengenai masa depan perjuangan Palestina, Abu Marzouk juga mengingatkan, "Masalah ini bukan hanya urusan Hamas. Ada mitra dalam membentuk masa depan rakyat Palestina, dan Hamas tidak bisa mengatakan ya atau tidak untuk masalah ini. "Jelasnya rakyat Palestina menolak perwalian," tegas dia
"Amerika Serikat juga harus memandang masa depan rakyat Palestina secara positif," dan bahwa "Presiden Trump, yang sedang mengincar Hadiah Nobel Perdamaian, tidak bisa menjadi mitra dengan seorang pria yang dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional dan dicari karena kejahatan perang, dan yang tentaranya melakukan genosida, sebagaimana dibuktikan oleh semua pengadilan internasional," ujar Abu Marzouk merujuk pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu .
Abu Marzouk juga menegaskan bahwa Hamas telah berkonsultasi dengan sebagian besar faksi Palestina mengenai tanggapannya terhadap rencana AS, serta dengan berbagai kalangan rakyat Palestina serta para pemimpinnya. Hamas juga berkonsultasi dengan sahabat, sekutu, mediator, dan bahkan pakar hukum.
Abu Marzouk juga mengatakan bahwa faksi-faksi Palestina menyatakan dukungan dan persetujuan mereka terhadap semua yang tercantum dalam pernyataan tersebut.
Internasional Bereaksi
Internasional langsung bereaksi dengan menyambut baik tanggapan Hamas terhadap rencana Presiden AS Donald Trump.
Sejumlah pemimpin dunia menyerukan kemajuan menuju perjanjian gencatan senjata permanen untuk mengakhiri genosida yang terjadi di Jalur Gaza selama hampir dua tahun.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan tanggapan Hamas itu merupakan langkah konstruktif dan penting menuju tercapainya perdamaian abadi
Ia menekankan bahwa Israel kini dituntut untuk segera menghentikan semua serangan dan mematuhi rencana gencatan senjata. Ia juga menyerukan agar semua langkah diambil tanpa penundaan untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dan mencapai perdamaian abadi. "Genosida dan tontonan memalukan yang sangat melukai hati nurani global ini sekarang harus diakhiri," kata Erdogan
Ia menegaskan kelanjutan "perjuangan untuk memastikan penyelesaian perundingan yang optimal demi kepentingan rakyat Palestina dan implementasi solusi dua negara.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan , "Pembebasan semua sandera dan gencatan senjata di Gaza sudah di ambang pintu," seraya menambahkan, "Komitmen Hamas harus dilaksanakan tanpa penundaan. Kita kini memiliki kesempatan untuk mencapai kemajuan yang menentukan menuju perdamaian," ujarnya.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer mengatakan bahwa penerimaan Hamas atas rencana perdamaian AS itu merupakan langkah maju yang penting.
Starmer menyerukan semua pihak untuk segera melaksanakan perjanjian tersebut. Ia menambahkan, bahwa ada peluang untuk mengakhiri pertempuran, memulangkan tahanan Israel, dan mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang paling membutuhkan, mengingat kawasan ini semakin dekat dengan perdamaian daripada sebelumnya.
Kanselir Jerman, Friedrich Merz menulis di Twitter dengan menyebutkan penerimaan Hamas itu peluang terbaik untuk perdamaian di Gaza.
"Bahwa pembebasan para sandera dan perdamaian bagi Gaza sudah di depan mata. Para sandera harus dibebaskan. Hamas harus melucuti senjata. Pertempuran harus segera dihentikan. Semua ini harus terjadi dengan cepat." Ia menambahkan bahwa "setelah hampir dua tahun, ini adalah peluang terbaik untuk perdamaian. Jerman akan terus terlibat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan, kepuasannya dengan tanggapan Hamas, dan menyerukan semua orang untuk memanfaatkan kesempatan untuk mengakhiri perang di Gaza.
Perdana Menteri Irlandia, Micheal Martin mengatakan ia berharap pengumuman Hamas tentang penerimaannya terhadap rencana Trump akan membuka jalan bagi gencatan senjata segera dan peningkatan aliran bantuan ke Gaza.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese mengatakan negaranya menyambut baik kemajuan dalam rencana Presiden AS Donald Trump untuk mewujudkan perdamaian di Gaza.
Ia menambahkan bahwa ia akan terus mendukung upaya untuk mengakhiri perang di Gaza dan berupaya mewujudkan solusi dua negara yang adil dan berkelanjutan.
Perdana Menteri Kanada, Mark Carney menyambut baik komitmen Hamas untuk melepaskan kekuasaan dan membebaskan semua sandera, dan meminta semua pihak untuk melaksanakan komitmen ini dan mempromosikan perdamaian dan keamanan di kawasan.
Netanyahu Kaget
Media Axios yang mengutip seorang pejabat Israel melaporkan, bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terkejut dengan tanggapan Presiden AS Donald Trump terhadap pernyataan Hamas itu.
Namun pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid mendukung pernyataan Trump bahwa ada peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk membebaskan tahanan di Gaza.
Menurut pejabat Israel yang berbicara kepada Axios itu, Benjamin Netanyahu justru menganggap pernyataan Hamas merupakan penolakan terhadap rencana Trump.
Benjamin Netanyahu malah menyatakan perlu koordinasi dengan Amerika lagi untuk memastikan agar tidak timbul kesan bahwa Hamas telah menanggapi rencana tersebut.
Padahal badan teknis yang menangani masalah tahanan Israel memandang tanggapan Hamas itu sebagai positif dan membuka jalan bagi tercapainya kesepakatan.
Bahkan kantor Netanyahu malah mengatakan, "Israel sedang bersiap untuk segera melaksanakan tahap pertama rencana Presiden AS Donald Trump untuk membebaskan tentara yang diculik, mengingat tanggapan Hamas."
Pernyataan itu menambahkan, bahwa Israel akan terus bekerja sama penuh dengan Trump dan timnya untuk mengakhiri perang di Gaza sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Israel.
Setelah ada tanggapan positif Hamas itu, Lembaga Penyiaran Israel mengatakan bahwa eselon politik telah menginstruksikan tentara Israel untuk mengurangi aktivitasnya di Gaza, dan membatasinya hanya untuk tujuan pertahanan.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Hamas Setuju Rencana Trump, Reaksi Internasional Positif Tapi Netanyahu Malah Anggap itu Penolakan
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Imadudin Muhammad |