TIMES SIMEULUE, JAKARTA – Mantan Menteri Kesehatan RI, Nila Djuwita Moeloek, mengungkapkan hasil penelitian terbaru menunjukkan peningkatan signifikan kasus gangguan penglihatan pada anak sekolah dasar setelah masa pandemi COVID-19. Temuan ini menjadi perhatian serius karena berdampak langsung pada kemampuan belajar dan prestasi akademik anak.
“Selama pandemi, anak-anak banyak belajar dari rumah dan menggunakan gawai untuk waktu yang lama. Kebiasaan ini membuat mereka lebih sering melihat jarak dekat, yang berdampak pada pertumbuhan bola mata menjadi lebih panjang, atau dikenal sebagai mata minus,” kata Nila dalam kegiatan uji publik inovasi pemeriksaan kesehatan mata dan jiwa anak di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Menurut Nila, bentuk bola mata yang ideal seharusnya bulat sempurna dengan diameter sekitar 22 milimeter. Namun, berbagai faktor seperti keterbatasan cahaya di ruang belajar, struktur rongga mata yang kecil, dan kebiasaan melihat dekat secara berlebihan dapat mengubah bentuk bola mata menjadi lonjong.
“Bola mata yang memanjang menyebabkan cahaya tidak jatuh tepat pada saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa memperburuk kemampuan belajar anak,” jelasnya yang dikutip dari Antara.
Penelitian yang dilakukan bersama Satuan Penanggulangan Gangguan Refraksi (SPGR) menemukan bahwa sekitar 40 persen anak sekolah dasar di Jakarta mengalami gangguan penglihatan, naik tajam dari angka sebelumnya yang hanya 13–15 persen. Kondisi ini mengkhawatirkan karena memengaruhi kemampuan anak untuk belajar di kelas. Banyak anak yang tidak bisa melihat papan tulis dengan jelas, sehingga sering dianggap tidak fokus atau nakal.
Nila menekankan bahwa pemberian kacamata terbukti meningkatkan prestasi akademik anak. “Setelah diberi kacamata, mereka bisa belajar dengan nyaman, fokus, dan nilai rapornya meningkat,” ujarnya.
Ia berharap temuan ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah, guru, dan orang tua agar lebih peduli terhadap kesehatan mata anak sejak dini. Nila juga menekankan pentingnya pemeriksaan mata rutin di sekolah untuk mencegah penurunan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
“Gangguan penglihatan pada anak bukan sekadar masalah kesehatan, tetapi juga pendidikan dan kualitas generasi. Deteksi dini dan intervensi sederhana, seperti kacamata, bisa membawa perubahan besar bagi prestasi belajar dan kehidupan anak-anak,” tutup Nila.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gangguan Penglihatan Anak Meningkat Pasca Pandemi, Pemeriksaan Mata Jadi Penting
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |